Kosep
Diri, Regulasi Diri & Efikasi Diri
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Perkembangan
Dosen Pengampu : Suyadi MA.
Disusun Oleh :
Yesi Amelia
A. 11410179
Nurul Aeni 11410180
Aisyoh
Bueraheng 11410206
Nur Khalimah 11410216
Reni Andari 11410219
Khajrotun
vitroh 11410220
Eko gunawan 11410232
Kelas PAI 3 D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap manusia pasti menginginkan sebuah kebahagiaan dalam
hidupnya, kebahagiaan itu biasanya tergambar dalam sebuah kesuksesan seseorang.
Manusia berlomba-lomba dalam mendapatkan apa itu yang dinamakan kesuksesan, tak
sedikit orang yang memiliki pandangan bahwasannya kesuksesan seseorang hanya
dapat diraih dengan pendidikan, sehinggaa mereka berbondong-bondong sekolah
untuk mendapatkan ilmu, bahkan gelar. Mereka jelajahi keseluruh sekolah yang
terbaik didaerahnya hingga sekolah keluar Negeri untuk mendapatkan pendidikan
yang lebih baik dan lebih mendekatkan diri pada kesuksesan menurutnya. Namun
ada juga orang yang tidak mengenyam pendidikan hingga tingkat yang tinggi
bahkan sekolah dasar saja tidak selesai namun ia dapat meraih kesuksesan yang
kesuksesannya melampaui orang-orang yang secara formal belajar hingga kejenjang
yang tinggi. Bahkan tak jarang orang yang memiliki pengalaman belajar hingga
jenjang yang tinggi namun tak berprestasi atau mendapatkan kesuksesan yang
setara dengan perjuangan pendidikannya. Hal ini membuktikan bahwasannya
pendidikan kecerdasan intelegensi atau pengetahuan seseorang tentang pelajaran
saja tidak menjamin kesuksesan dalam hidupnya, lalu apa yang memiliki pengaruh
besar terhadap kesuksesan suatu kehidupan? maka dalam makalah ini akan
memberikan pandangan tentang kemampuan seseorang terhadap dirinya dan penentu
kesuksesan terbesar dalam hidup seseorang. Semoga makalah ini bisa membantu
mencerahkan pemikiran para pembaca agar tidak terpaku pada asumsi bahwa pendidikan
tinggi adalah jalan kesuksesan hidup.
A. Rumusan Masalah
I.
Konsep
diri
a.
Pengertian
konsep diri
b.
Aspek
yang ada didalam konsep diri
c.
Faktor
yang mempengaruhi konsep diri
d.
Pengaruh
konsep diri terhadap tingkah laku seseorang
e.
Faktor
yang mempengaruhi Perkembangan atau terbentuknya konsep diri.
f.
Jenis
konsep diri
II.
Regulasi
diri
a.
Pengertian
regulasi diri
b.
Aspek
yang ada didalam regulasi diri
c.
Faktor
yang mempengaruhi regulasi diri
d.
Perkembangan
dan karakteristik regulasi diri
III.
Efikasi
diri
a.
Pengertian
efikasi diri
b.
Perkembangan
dan Faktor yang membentuk efikasi diri
c.
Dimensi
efikasi diri
d.
Dampak
efikasi diri
B.
Tujuan penulisan
a.
Memahami
tentang konsep diri.
b.
Memahami
tentang regulasi diri.
c.
Memahami
tentang efiknasi diri.
d.
Memenuhi
tugas psikologi perkembangan.
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
Konsep Diri
A.
Pengertian konsep diri
Menurut Calhaoun dan Acocella (1955) mendefinisikan konsep diri
sebagai gambaran mental diri seseorang. Menurut Hurlock, konsep diri merupakan
gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari
kenyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif, dan prestrasi yang
mereka capai. Burn mendefinisikan konsep diri sebagai kesan terhadap diri
sendiri secara keseluruhan yang mencakup pendapatnya terhadap diri sendiri , pendapat
tentang gambaran diri dimata orang lain, dan pendapatnya tentang hal-hal yang
dicapai.
Menurut Rahmat, konsep diri bukanlah gambaran diskriptif, melainkan
juga penilaian individu mengenai dirinya sendiri.[1] Menurut
Rogers (dalam Hall & Lindzey), konsep diri merupakan representasi diri yang
mencakup identitas diri yakni
karakteristik personal, pengalaman peran dan status sosial. Greenwald et
al (dalam Campbell et al..,1996), mengartikan konsep diri sebagai suatu
organisasi dinamis didefinisikan sebagai skema kognitif tentang diri sendiri
yang mencakup sifat-sifat, nilai-nilai, peristiwa-peristiwa, dan memori
semantik tentang diri sendiri serta kontrol terhadap pengolahan informasi diri
yang relevan.
Menurut Black dan Bornholt (2000), konsep diri sebagai verivikasi
diri, konsistensi diri, dan kompleksitas yang terbuka untuk interprestasi sehingga secara umum
berkaitan dengan pembelajaran dan menjadi mediasi variabel motivasi dan pilihan tugas-tugas
pembelajaran.[2]
B.
Aspek yang ada didalam konsep diri
Calhoun dan Acocella (1995) mengatakan konsep diri itu terbagi dari
tiga dimensi atau aspek yaitu:
a.
Pengetahuan
Pengetahuan adalah apa yang individu
ketahui tentang dirinya. Individu didalam benaknya terdapat satu daftar yang
menggambarkan dirinya, kelengkapan
fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama, dan
lain-lain.
b.
Harapan.
Pada
saat-saat tertentu seseorang mempunyai suatu aspek pandangan tentang dirinya.
Individu juga mempunyai satu aspek pandangan tentang kemungkinan dirinya mau
jadi apa dimasa depan. Individu mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk
menjadi diri yang ideal. Masing masing individu mempunyai pandangan yang berbeda
tentang diri yang ideal.
c.
Penilaian.
Didalam
penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri.
Apakah bertentangan dengan 1, ”siapakah saya”, pengharapan bagi individu; 2,
“seharusnya saya menjadi apa”, standar bagi individu. Hasil penilaian tersebut
disebut harga diri. Semakin tidak sesuai antara harapan dan standar diri, maka
akan semakin rendah harga diri seseorang.[3]
C.
Faktor yang mempengaruhi konsep diri
Menurut baldwin dan holmes (1990) konsep diri adalah hasil belajar
individu melalui hubungannya dengan orang lain. Yang dimaksud dengan “orang
lain” menurut Calhoun dan Acocela (1990) yaitu :
a.
Orang
tua.
Orang tua adalah kontak sosial yang paling
awal yang dialami oleh seseorang dan yang paling kuat. Informasi yang diberikan
oleh orang lain dan berlangsung hingga dewasa (Copersmith dalam calhoun dan Acocella
1990), mengatakan bahwa anak-anak yang tidak memiliki orang tua, disia-siakan
oleh orang tua akan memperoleh kesukaran dalam mendapatkan informasi tentang
dirinya sehingga hal ini akan menjadi salah satu penyebab utama anak berkonsep
diri negatif.
b.
Kawan
sebaya.
Kawan sebaya menempati posisi yang
kedua setelah orang tua dalam mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur dalam
kelompok sebaya sangat berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai jati
dirinya sendiri.
c.
Masyarakat.
Masyarakat sangat mementingkan
fakta-fakta yang ada pada seorang anak, seperti siapa bapaknya, ras dan
lain-lain sehingga hal ini berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki
seorang individu.
D.
Pengaruh konsep diri terhadap perilaku individu
Menurut Pujijogjanti konsep diri mempunyai peran penting dalam
menentukan prilaku seseorang yaitu:
Ø Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin. Karena
pada dasarnya seseorang mempunyai kecenderungan untuk selalu mempertahankan
keseimbangan batinnya.
Ø Keseluruhan sikap dan pandangan individu terhadap diri berpengaruh
besar terhadap pengalamannya. Karena setiap individu akan memberikan penafsiran
yang berdeda terhadap sesuatu yang dihadapi.
Ø Konsep diri adalah penentu pengharapan individu, konsep diri
merupakan seperangkat harapan dan penilaian perilaku yang menunjuk pada harapan
tersebut. Sikap dan pandangan negatif
terhadap kemampuan diri menyebabkan individu menetapkan titik harapan yang
rendah. Titik tolak yang rendah menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi
tinggi.
Dari ketiga konsep diri tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep
diri selain berperan sebagai pengharapan juga berperan sebagai sikap terhadap
diri sendiri dan penyeimbang batin bagi individu.
E.
Faktor yang berpengaruh terhadap Perkembangan atau terbentuknya
konsep diri
Menurut M
Argyle ada empat faktor yang sangat berkaitan yang berpengaruh terhadap
perkembangan konsep diri[4],
yaitu :
a.
Reaksi
dari orang lain
Konsep diri terbentuk dalam waktu
yang lama, dan pembentukan ini tidak dapat diartikan bahwa adanya reaksi yang
tidak biasa dari seseorang akan dapat mengubah konsep diri. Akan tetapi bila
tipe reaksi seperti ini sangat sering terjadi, atau apabila reaksi ini muncul
karena orang lain yang memiliki arti
(significant others) yaitu orang orang yang kita nilai, seperti orang tua,
teman, dan lain lain maka reaksi ini mungkin berpengaruh terhadap konsep diri.
b.
Pembandingan
dengan orang lain
Konsep diri kita sangat tergantung
kepada cara bagaimana kita membandingkan diri kita dengan orang lain.
Orang-orang dewasa umumnya membuat perbandingan antara kakak dan adik, rata
rata seorang anak akan menganggap dirinya sebagai seorang yang kurang pandai
karena secara terus menerus membandingkan dirinya dengan salah satu saudaranya yang
lebih pandai.
c.
Peranan
seseorang
Setiap orang pasti menyandang lebih
dari satu peran dalam hidupnya, didalam perannya tersebut diharapkan dapat
melakukan perbuatan dengan cara-cara tertentu yang sesuai pada setiap perannya.
d.
Identifikasi
terhadap orang lain
Biasanya seseorang, anak anak pada
khususnya akan mengagumi seorang dewasa, mereka seringkali mencoba menjadi
pengikut orang dewasa tersebut, dengan cara meniru beberapa nilai, keyakinan
dan perbuatan.
F.
Jenis konsep diri
Menurut Calhoun
dan Acocella (1990), dalam perkembangan konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu
:
1.
Konsep
diri positif
Konsep diri positif, penerimaan diri
bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang dirinya, dapat memahami dan
menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri,
evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan
orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang
tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang mempunyai
kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya
serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan. Singkatnya, individu
yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul siapa dirinya
sehingga dirinya menerima segala kelebihan dan kekurangan, evaluasi terhadap
dirinya menjadi lebih positif serta mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai
dengan realitas.
2.
Konsep
diri negatif
Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua
tipe yaitu :
a.
Pandangan
individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki
perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu
siapa dirinya, kekuatan dan kelemahan atau yang dihargai dalam dirinya.
b.
Pandangan
tentang dirinya sendiri elalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena
individu dididik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan citra diri
yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam
pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.
Singkatnya,
individu yang memiliki konsep diri yang negatif terdiri-dari dua tipe, tipe
pertama yaitu individu yang tidak tahu siapa dirinya dan tidak mengetahui
kekurangan dan kelebihannya sedangkan tipe kedua adalah individu yang memandang
dirinya dengan sangat teratur dan stabil.
II.
Regulasi Diri
A.
Pengertian regulasi diri
Self regulation atau regulasi diri secara bahasa mempunyai arti
pengelolaan diri, adapun pengertian regulassi diri menurut beberapa ahli dapat
kita lihat dibawah ini :
Albert bandura menyatakan bahwa
individu tidak dapat secara aktif
beradaptasi terhadap lingkungannya selama mampu membuat kemampuan
kontrol pada proses psikologi dan prilakunya. Menurut Zimmerman (1989) regulasi diri berkaitan dengan pembangkitan
diri baik pikiran, perasaan, serta tindakan yang direncanakan dan adanya timbal
balik yang disesuaikan pada pencapaian
tujuan personal.
Menurut schunk dan Ertmer (1999) regulasi diri merupakan proses
berputar. Gambaran proses yang berputar ini dilukiskan oleh zimmrman dengnan
tiga tahap model pengolahan yaitu: Forethougt phase (pemikiran sebelumnya),
performance (valitional) control phase dan self-reflection phase.
Menurut purdie dkk. (1996) teori regulasi diri memfokuskan
perhatian pada mengapa dan bagaimana individu berinisiatif dan mengontrol
terhadap segala prilaku mereka sendiri. Suryani (2004) berpendapat regulasi
diri bukan merupakan kemampuan mental seperti intelegensi atau
ketrampilan akademik seperti kemampuan membaca, melainkan proses pengarahan
atau pengintruksian diri indivdu untuk mengubah kemampuan mental yang
dimilikinya menjadi ketrampilan dalam suatu bentuk aktivitas.[5]
B.
Aspek yang ada didalam regulasi diri
Menurut Zimmerman (1989) regulasi diri meliputi tiga aspek yaitu :
metakognitif, motivasi dan prilaku.
a)
Metakognitif.
Menurut Matlin (1989), metakognisi adalah pemahaman dan
kesadaran tentang proses kognitiif atau
pikiran tentang berpikir. Ia mengatakan bahwa metakognisi merupakan proses
penting, karena pengetahuan seseorang tentang kognisinya dapat membimbing
dirinya mengatur atau menata peristiwa yang akan dihadapi dan memilih strategi
yang sesuai agar dapat meningkatkan kinerja kognisinya kedepan. Menuru Flavell
(1976) metakognisi mengacu pada pengetahuan seseorang terhadap kognisi yang
dimilikinya dan pengaturan dalam kognisi terebut. Shank menambahkan bahwa
pengetahuan terhadap kognisi meliputi : perencanaan, pemonitoran (pemantauan),
dan perbaikan dari performasi atau
perilakunya. Zimmerman dan pons (1988) juga mengatakan bahwa point metakognitif
bagi individu yang melakukan regulasi diri adalah individu yang merencanakan,
mengorganisasi, mengukur diri , dan menginstruksikan diri sebagai kebutuhan
selama proses perilakunya misalnya dalam hal belajar.
b)
Motivasi
Menurut Devi dan Ryan, motivasi adalah fungsi dari kebutuhan dasar
untuk mengontrol dan berkaitan dengan kemampuam yang ada pada setiap diri individu. Zimmerman dan Pons menambahkan
bahwa keuntungan motivasi adalah individu memiliki motivasi instrinsik,
otonomi, dan kepecayaan diri tinggi terhadap kemampuan melakukan sesuatu.
c)
Perilaku
Menurut Zimmerman dan Schank merupakan upaya individu untuk
mengatur diri, menyeleksi dan memanfaatkan maupun menciptakan lingkungan yang
mendukung aktivitasnya. Menurut Zimmerman dan pons(1988) pada perilaku individu memilih, menyusun, dan menciptakan lingkungan
sosial dan fisik seimbang untuk mengoptimalkan pencapaian atas aktivitas yang
dilakukan.[6]
Ketiga aspek tersebut apabila digunakan secara tepa sesuai
kebutuhan dan kondisi akan menunjang regulasi diri yang optimal.
C.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi regulasi diri
Menurut zimmerman dan pons (1990) ada tiga faktor yang mempengaruhi
pengelolaan diri, yaitu :
1.
Individu
(diri)
Faktor individu ini meliputi hal-hal dibawah ini :
a)
Pengetahuan
individu, semakin banyak dan beragam pengetahuan yang dimiliki individu akan
semakin membantu individu dalam melakukan pengelolaan.
b)
Tingkat
kemampuan metakognisi yang dimiliki individu yang semakin tinggi akan membantu
pelaksanaan pengelolaan diri dalam diri individu.
c)
Tujuan
yang ingin dicapai, semakin banyak dan kompleks tujan yang ingin diraih,
semakin besar kemungkinan individu melakukan pengelolaan diri.
2.
Perilaku
Perilaku mengacu kepada upaya individu menggunakan kemampuan yang
dimiliki. Semakin besar dan optimal upaya yang dikerahkan individu dalam
mengatur dan mengorganisasi suatu aktifitas akan meningkatkan pengelolaan atau
regulation pada diri individu. Bandura (1986) menyatakan dalam perilaku ini ada
tiga tahap yang berkaitan dengan pengelolaan diri atau self regulation diantaranya
:
a)
Self
observation
Self
observation berkaitan dengan respons individu, yaitu tahap individu melihat
kedalam dirinya dan perilaku (performansinya). Perilaku manusia umumnya
bervariasi, tergantung dari pengamatan yang dilakukan oleh individu itu sendiri,
setiap individu memiliki sudut pandang yang berbeda-beda dari individu yang
lainnya.
b)
Self
judgement
Self judgement
merupakan tahap individu penilaian atau membandingkan performansi dan standar
yang telah dilakukannya dengan standar atau tujuan yang sudah dibuat dan
ditetapkan individu. Melalui upaya membandingkan performansi dengan standar
atau tujuan yang telah dibuat dan ditetapkan, individu dapat melakukan evaluasi
atas performansi yang telah dilakukan dengan mengetahui letak kelemahan atau
kekurangan performansinya. Apabila seseorang menaruh nilai yang tinggi dalam
pencapaian tujuannya, maka individu terssebut akan melakukan banyak usaha
tertentu untuk mencapai tujuan atau kesuksesanya.
c)
Self
reaction
Self reaction
merupakan tahap yang mencangkup proses individu dalam menyesuaikan diri dan
rencana untuk mencapai tujan atau standar yang telah dibuat dan ditetapkan.
3.
Lingkungan
Teori sosial kognitif mencurahkan perhatian khusus pada pengaruh
sosial dan pengalaman pada fungsi manusia. Hal ini bergantung pada bagaimana
lingkungan itu mendukung atau tidak mendukung.
Berdasarkan faktor faktor yang telah dijelaskan sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa yang mempengaruhi pengelolaan diri atau self regulation
adalah personal, perilaku dan lingkungan. Ketiga hal tersebut saling berkaitan
satu dengan yang lainnya.[7]
D.
Perkembangan regulasi diri
Perkembangan regulasi diri dilakukan dengan pembelajaran regulasi
diri yang merupakan suatu konsep yang memunculkan dan memonitor sendiri
pikiran, perasaan dan perilaku untuk mencapai suatu tujauan yang diinginkan.
Tujuan tersebut dapat berupa tujuan akademisi misal untuk meningkatkan
kemampuan pemahaman membaca, menulis berhitung dan lain sebagainya atau tujuan
sosioemosional seperti mengontrol marah, berhubungan dengan orang lain dll.
Seseorang akan belajar regulasi diri sejak kecil dengan belajar pada proses
sosialisasi yang ia alami, melalui proses sosialisasi itu seseorang akan
belajar adanya standar perilaku, sikap, ketrampilan dan motif-motif yang sebisa
mungkin tepat dan dapat berperan dalam masyarakat. Menurut ormrod ada beberapa
karakteristik seseorang yang memiliki kemampuan regulasi diri yang baik, yaitu
:
a.
Menetapkan
standar tujuan yang ditetapkan, menunjukkan adanya stanar dan tujuan tertentu
yang dianggap bernilai dan yang menjadi arah dan sasaran perilaku.
b.
Pengatran
emosi, proses yang selalu memeriksa atau secara sengaja mengubah perasaan yang
mungkin mengarah pada perilaku yang kontraproduktif.
c.
Melakukan
instruksi diri, instruksi yang seseorang berikan kepada dirinya sendiri sambil
melakukan suatu perilaku yang kompleks.
d.
Melakukan
self monitoring, menunjukkan kemampuan individu dalam mengamati dan mencatat
perilaku sendiri.
e.
Melakukan
evaluasi diri, menunjukkan penilaian terhadap performa atau erilaku sendiri.
f.
Membuat
kontingensi yang ditetapkan sendiri, menunjukkan adanya penguatan dan hukuman
yang ditetapkan sendiri yang menyertai perilaku[8].
III.
Efikasi Diri
A.
Pengertian Efikasi Diri
Menurut Bandura, efikasi diri adalah keyakinan individu mengenai
kemampuan dirinya dalam melakukan tugas dan tindakan yang diperlukan untuk
mencapai hasil tertentu. Menurut Baron & Byrne (1991) , efikasi diri
sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya
untuk melakukan suatu tugas, mencapai
tujuan, dan mengatasi hambatan. Bandura & Wood , menjelaskan bahwa efikasi diri
mengacu pada keyakinan akan kemampuan seseorang untuk mengerakkan motivasi,
kemampuan kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntunan
situasi. Menurut Judge dkk. Efikasi diri
adalah indikator positif dari core self-evaluation untuk melakukan evaluasi
diri yang berguna untuk memahami diri (judge & bono)[9].
B.
Perkembangan dan Faktor yang membentuk efikasi diri
Efikasi diri merupakan unsur kepribadian yang berkemba\ng melalui pengamatan
pengamatan individu terhadap akibat-akibat tindakannya dalam situasi tertentu.
Persepsi atau pandangan awal seseorang mengenai dirinya dibentuk selama
hidupnya melalui reward dan punishment dari orang orang disekitarnya. Unsur
penguat (reward dan punishment) lama lama dihayati sehingga terebentuk
pengertian dan keyakinan mengenai kemampuan diri. Bandura (1997)mengatakan
bahwa persepsi terhadap efikasi diri pada setiap individu berkembang dari pencapaian
secara berangsr-angsur akan kemampuan dan pengalaman tertentu secara
terus-menerus.
Menurut bandura (2002; 79-113) terdapat empat sumber penting yang
digunakan individu dalam membentuk efikasi diri yaitu :
1.
Mastery
exprience
Pengalaman menyesuaikan masalah adalah sumber yang paling penting
mempengaruhi efikasi diri seseorang, karena mastery exprience memberikan bukti
yang paling akurat dari tindakan apa saja yang diambil untuk meraih suatu
keberhasilan atau kesuksesan, dan keberhasilan tersebut dibangun dari
kepercayaan yang kuat didalam keyakinan individu.[10]
Sumber yang berpengaruh dari efikasi diri adalah pengalaman
menguasai sesuatu yaitu performa masa lalu. Secara umum , performa yang
berhasil akan meningkatkan ekspektasi mengenai kemampuan, kegagalan akan
menurunkan hal tersebut. Pernyataan tersebut mimilki empat dampak yaitu :
a)
performa
yang berhasil akan meningkatkan efikasi diri secara profesional dengan
kesulitan dari tugas tersebut.
b)
Tugas
yang diselesaikan dengan baik oleh diri sendiri akan lebih efektif daripada
yang diselesaikan dengan bantuan orang lain.
c)
Kegagalan
sangat mungkin untuk menurunkan efikasi diri saat mereka tahu bahwa mereka
telah memberikan usaha terbaik mereka.
d)
Kegagalan
dalam kondisi rangsangan atau tertekan emosi yang tinggi tidak terlalu
merugikan diri dibanding kegagalan dalam kondisi maksimal.
e)
Kegagalan
sebelum mengukuhkan rasa menguasai sesuatu akan lebih berpengaruh buruk pada
rasa efikasi diri daripada kegagalan setelahnya.
f)
Kegagalan
yang terjadi kadang-kadang mempunyai dampak yang sedikit terhadap efikasi diri,
terutama pada mereka yang mempunyai ekspektasi tinggi terhadap kesuksesan.[11]
2.
Vicarious
exprerience
Pengalaman orang lain adalah pengalaman pengganti yang digunakan
untuk model sosial. Mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses
belajar individu. Melalui model ini efikasi diri individu dapat meningkat,
terutama apabila individu merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan
merasa lebih baik daripada orang yang menjadi subjek belajarnya. Individu akan
mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama. Meningkatkan
efikasi diri individu ini dapat meningkatkan motifasi untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Melihat orang lain yang mirip dengan dirinya berhasil atau
sukses melalui usaha keras dapat meningkatkan kepercayaan bahwa dirinya juga
mempunyai kemampuan untuk berhasil, dan sebaliknya dengan mengamati kegagalan
orang lain akan menurunkan keyakinan dan usaha dari individu tersebut.
3.
Persuasi
verbal
Ini merupakan cara ketiga untuk meningkatkan kepercayaan seseorang
mengenai hal hal yang dimilikinya untuk berusaha lebih gigih dalam mencapai
tujuan dan keberhasilan atau kesuksesan. Persuasi verbal mempunyai pengaruh
yang kuat pada peningkatan efikasi diri individu dan menunjukan perilaku yag
digunakan secara efektif. Seseorang mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya
bahwa dirinya mampu mengatasi masalah masalah yang akan dihadapinya. Seseorang yang dikenai persuasi verbal bahwa
dirinya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan, maka
orang tersebut akan menggerakan usaha yang lebih besar dan akan meneruskan
penyelesaian tugas tersebut.
4.
Keadaan
fisiologis dan emosional
Situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi efikasi
diri. Gejolak emosi , goncangan, kegelisahan yang mendalam dan keadaan
fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai isyarat akan
terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan
mengancam akan cenderung dihindari.[12]
Individu mengartikan reaksi cemas, takut, stress dan ketegangan sebagai sifat
yang menunjukan bahwa performansi dirinya menurun. Penilaian seseorang terhadap
terhadap efikasi diri dipengaruhi oleh suasana hati. Suasana hati yang positif
akan meningkatkan efikasi diri sedangkan suasana hati yang buruk akan
melemahkan efikasi diri.
C.
Dimensi efikasi diri
Gibson (2003) menyebutkan bahwa efikasi diri mempunyai tiga dimensi
yaitu: besaran, kekuatan dan generalitas besaran merujuk pada minat terhadap
dsesuatu yang diyakini individu bisa diatasi. Kekuatan meliputi kenyakinan
individu dalam melaksanakan kerja pada tingkat kesulitan khusus. Generalitas
merujuk pada sejauh mana harapan berlaku umum dalam semua situasi.
Jadi efikasi diri dapat mempengaruhi minat seseorang terhadap
segala sesuatu yang ia pilih, hal ini disebabkan efikasi diri merefleksikan
keyakinan individu atas kemampuan mampu mengatasi kesulitan apapun demi
keberhasilan usaha yang dipilihnya.
Menurut Bandura (2002) efikasi diri terdiri dari beberapa dimensi
yaitu :
a)
Level
(tingkat kesulitan), kemampuan individu dalam mengatasi tingkat kesulitan yang
berbeda. Individu yang tingkat efikasi dirinya tinggi akan mempunyai keyakinan
yang tinggi akan kemampuannya dalam mengerjakan tugas yaitu keyakinan bahwa apa yang ia geluti akan
sukses. Sebaliknya individu yang mempunyai efikasi rendah ia akan mempunyai
keyakinan yang rendah pula tentang usaha yang dilakukannya.efikasi diri dapat
ditunjukkan dengan tingkat beban individu, terhadap tantangan dengan tingkat
yang berbeda dalam rangka menuju keberhasilan. Individu akan mencoba tingkah
laku yang dirasa mampu melakukannya dan menghindari tingkah laku yang dirasa
diluar kemampuannya. Kemampuan dapat dilihat dalam bentuk kecerdasan, usaha,
ketepatan, produktivitas dan cara menyelesaikan tantangan.
b)
Generality
(keluasaan), berkaitan dengan cakupan luas tingkah laku dimana individu merasa
yakin dengan kemampuannya. Individu mampu menilai keyakinan dirinya dalam
menyelesaikan tugas. Mampu tidaknya individu mengerjakan bidang-bidang dan konteks tertentu terungkap gambaran umum
tentang efikasi diri yang berkaitan. Generalisasi bervasiasi dalam beberapa bentuk dimensi yang
berbeda, termasuk kesamaan aktivitas dan modalitas dimana kemampuan
diekspresikan dalam bentuk tingkah laku, kognitif, dan afeksi.
c)
Strength
(ketahanan), berkaitan dengan keyakinan kekuatan pada individu atas
kemampuannya. Individu mempunyai
keyakinan yang kuat dan ketekunan dalam usaha terhadap apa yang ingin dicapai
meski terdapat kesulitan dan rintangan. Dengan adanya efikasi diri kekuatan usaha
yang lebih besar akan mampu didapat. Semakin kuat efikasi diri
dan semakin kuat ketekunan semakin
tinggi pula kemungkinan kegiatan yang dipilih akan berhasil.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi efikasi diri
terdiri dari level yaitu sikap optimis dan motivasi untuk berprestasi, general
yaitu kemampuan mengembangkan diri dan strength
yaitu kekuatan menghadapi tugas.[13]
D.
Dampak efikasi diri
Efikasi diri selalu berhubungan dan berdampak pada pemilihan prilaku,
motivasi dan keteguhan individu dalam menghadapi setiap persoalan yang
dihadapi. Menurut luthan efikasi diri mempengaruhi tiga hal diantaranya:
a)
Pemilihan
prilaku, yaitu keputusan akan dibuat atas dasar
berapa ampuhnya seseorang merasa terhadap pilihan. Misalnya penugasan
kerja atau bahkan bidang karir.
b)
Usaha
motivasi, yaitu orang yang akan mencoba untuk lebih keras dan lebih banyak memberikan usaha pada tugas dimana
individu mempunyai efikasi yang lebih tinggi daripada individu dengan penilaian
kemampuan rendah.
c)
Keteguhan,
yaitu orang dengan efikasi diri tinggi akan bertahan ketika menghadapi
masalah atau bahkan gagal, sedangkan
orang dengan efikasi diri rendah cenderung menyerah ketika hambatan meuncul.
Semakin tinggi efikasi diri seseorang, maka semakin tinggi
keyakinan untuk mampu menyelesaikan setiap tugas yang dihadapi. Jadi efikasi
diri yang telah terbentuk akan mempengaruhi dan memberi fungsi pada setiap
aktivitas individu. Pengaruh dan fungsi tersebut menurut bandura (2002) antara
lain:
a)
Fungsi
kognitif efikasi diri yang kuat akan mempengaruhi tujuan pribadi seseorang.
Semakin kuat efikasi diri , semakin tinggi tujuan yang ditetapkan oleh
seseorang bagi dirinya sendiri dan memperkuat kuat komitmen terhadap tujuan
tersebut.
b)
Fungsi
motivasi efikasi diri berperan penting dalam pengaturan motivasi diri. Sebagian
besar orang dibangkitkan secara kognitif. Seseorang memotivasi dirinya sendiri
dan menunutun tindakan-tindakannya untuk menggunakan pikiran-pikiran tentang
masa depan sehingga seseorang membentuk kepercayaan mengenai apa yang dapat
dilakukan.
c)
Fungsi
afeksi efikasi diri akan mempunyai kemampuan coping, dalam mengatasi besarnya
stres dan depresi yang dialami individu pada situasi sulit dan tertekan.
d)
Fungsi
selektif efikasi diri akan mempengaruhi pemilihan aktivitas atau tujuan yang
akan diambil oleh seseorang. Seseorang menghidari aktivitas dan situasi yang
dipercayai telah melampaui batas
kemampuan coping dirinya, namun seseorang tersebut telah siap melakukan
aktivitas-aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang dinilai mampu untuk
diatasi.[14]
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efikasi diri
berpengaruh terhadap kognitif, motivasi, afeksi dan fungsi pada setiap
aktivitas seseorang yang diproyeksikan kedalam prilaku, mendorong sikap
optimis, pengembangan diri, motivasi berprestasi dan kekuatan menghadapi tugas.
BAB III
KESIMPULAN
Konsep diri adalah pandangan atau gambaran seseorang terhadap
dirinya sendiri, gambaran itu muncul karena dibentuk dan dipengaruhi oleh
berbagai pengalaman yang dijumpai dalam hubungannya dengan individu lain,
terutama orang orang yang dekat dengannya maupun pengalaman yang ia temukan
dalam peristiwa-peristiwa kehidupan, sejarah hidup dimasa lalu membuat
seseorang bisa memandang diri lebih baik maupun lebih buruk dari keadaan yang
sebenarnya.
Regulasi diri adalah suatu sistem motivasi dinamis dari individu
untuk mengelola dan memodifikasi pikiran, perasaan, keinginan, dan tindakan dalam
menetapkan, mengembangkan, menilai, merevisi dan menerapkan strategi pencapaian
tujuan hidup tertentu sampai pada tujuan hidup yang lebih tingi, termasuk
pengelolaan respon emosional terhadap rangsangan. Regulasi diri merupakan
proses kepribadian yang penting dimana orang berusaha untuk melakukan kontrol
atas pikiran, perasaan, impuls/keinginan, dan kinerjanya. Regulasi diri
merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan seseorang atau kelompok orang
untuk meraih sukses mewujudkan cita-cita.
Efikasi diri adalah keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk
melaksanakan suatu tugas atau menyelesaikan masalah. Pikiran individu terhadap efikasi
dirinya menentukan seberapa besar usaha yang dicurahkan dan seberapa lama
individu individu akan tetap bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman
yang tidak menyenangkan yang ia alami. Adapun faktor faktor yang mempengaruhi
terbentuknya efikasi diri adalah mastery experience, vicarious Experience,
persuasi verbal dan keadaan fisiologis dan Emosional.
DAFTAR PUSTAKA
Sobur, Alex. 2003. Psikologi umum dalam
lintasan sejarah. Bandung : CV Pustaka Setia
Hardy, Malcolm & Steve Heyes. Beginning
Psycology Second Edition,diterjemahkan oleh Soenardji.1985. Beginning
Psychology Second Edition. Jakarta : Erlangga.
Feist, Jess dan Gregory J. Feist. 2010. Teories
Of Personality, diterjemahkan
oleh Smita Prathita Sjahputri. Jakarta: Salemba Humanika.
Ghufron, M Nur. 2010. Teori-teori Psikologi.
Yogjakarta : Ar-Ruzz Media.
lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07410085-rizkia-nur-a.ps
httplibrary.binus.ac.ideCollseThesisBab22011-2-00013-PL%202.pdf
[1] M. Nur
Ghufron dan Rini Risnawita S., teori-teori psikologi,(yogyakarta, Ar-Ruzz
Media, 2010), hal:13-14.
[2] Syamsul
Bachri Thslib, psilologi pendidikan berbasis analisis empiris aplikatif,
(jakarta, kencana, 2010), hal:121.
[3]M. Nur
Ghufron dan Rini Risnawita S., teori-teori psikologi,(yogyakarta, Ar-Ruzz
Media, 2010), hal:17-18
[4] Malcom
hardy and steve heyes. Beginning phychology second edition. (jakarta : PT.
Gelora aksara pratama). Hal. 138-140.
[5] Ibid,
hal 57-59
[6] Ibid,
hal: 59-61
[7] Ibid,
hal: 61-63.
[8] Ormrod
dalam httplibrary.binus.ac.ideCollseThesisBab22011-2-00013-PL%202.pdf. hal. 20
[9] Malcom
hardy and steve heyes. Beginning phychology second edition. (jakarta : PT.
Gelora aksara pratama). hal: 73-75.
[10] Albert
Bandura dalam. lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07410085-rizkia-nur-a.ps.
hal. 12
[11]
Jess Feist dan Gregory J. Feist ,
Theories of personality, (jakarta: salemba humanika,2010), terjemahan smita
prathita sjahputri, hal: 214.
[12] Ibid,
hal: 215
[13]
Albert Bandura dalam. lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07410085-rizkia-nur-a.ps.
hal. 11
[14]Ibid. hal.
42