Sabtu, 02 Februari 2013

konsep diri, konsep diri dan efikasi diri

Kosep Diri, Regulasi Diri & Efikasi Diri
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu : Suyadi MA.


Disusun Oleh :
                                    Yesi Amelia A.                       11410179
                                    Nurul Aeni                              11410180
                                    Aisyoh Bueraheng                  11410206
                                    Nur Khalimah                         11410216
Reni Andari                            11410219
Khajrotun vitroh                     11410220
Eko gunawan                          11410232
Kelas PAI 3 D




JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap manusia pasti menginginkan sebuah kebahagiaan dalam hidupnya, kebahagiaan itu biasanya tergambar dalam sebuah kesuksesan seseorang. Manusia berlomba-lomba dalam mendapatkan apa itu yang dinamakan kesuksesan, tak sedikit orang yang memiliki pandangan bahwasannya kesuksesan seseorang hanya dapat diraih dengan pendidikan, sehinggaa mereka berbondong-bondong sekolah untuk mendapatkan ilmu, bahkan gelar. Mereka jelajahi keseluruh sekolah yang terbaik didaerahnya hingga sekolah keluar Negeri untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan lebih mendekatkan diri pada kesuksesan menurutnya. Namun ada juga orang yang tidak mengenyam pendidikan hingga tingkat yang tinggi bahkan sekolah dasar saja tidak selesai namun ia dapat meraih kesuksesan yang kesuksesannya melampaui orang-orang yang secara formal belajar hingga kejenjang yang tinggi. Bahkan tak jarang orang yang memiliki pengalaman belajar hingga jenjang yang tinggi namun tak berprestasi atau mendapatkan kesuksesan yang setara dengan perjuangan pendidikannya. Hal ini membuktikan bahwasannya pendidikan kecerdasan intelegensi atau pengetahuan seseorang tentang pelajaran saja tidak menjamin kesuksesan dalam hidupnya, lalu apa yang memiliki pengaruh besar terhadap kesuksesan suatu kehidupan? maka dalam makalah ini akan memberikan pandangan tentang kemampuan seseorang terhadap dirinya dan penentu kesuksesan terbesar dalam hidup seseorang. Semoga makalah ini bisa membantu mencerahkan pemikiran para pembaca agar tidak terpaku pada asumsi bahwa pendidikan tinggi adalah jalan kesuksesan hidup.

A. Rumusan Masalah
         I.            Konsep diri
a.       Pengertian konsep diri
b.      Aspek yang ada didalam konsep diri
c.       Faktor yang mempengaruhi konsep diri
d.      Pengaruh konsep diri terhadap tingkah laku seseorang
e.       Faktor yang mempengaruhi Perkembangan atau terbentuknya konsep diri.
f.       Jenis konsep diri

      II.            Regulasi diri
a.       Pengertian regulasi diri
b.      Aspek yang ada didalam regulasi diri
c.       Faktor yang mempengaruhi regulasi diri
d.      Perkembangan dan karakteristik regulasi diri

   III.            Efikasi diri
a.       Pengertian efikasi diri
b.      Perkembangan dan Faktor yang membentuk efikasi diri
c.       Dimensi efikasi diri
d.      Dampak efikasi diri

B.  Tujuan penulisan
a.       Memahami tentang konsep diri.
b.      Memahami tentang regulasi diri.
c.       Memahami tentang efiknasi diri.
d.      Memenuhi tugas psikologi perkembangan.















BAB II
PEMBAHASAN
I.          Konsep Diri
A.  Pengertian konsep diri
Menurut Calhaoun dan Acocella (1955) mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran mental diri seseorang. Menurut Hurlock, konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari kenyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif, dan prestrasi yang mereka capai. Burn mendefinisikan konsep diri sebagai kesan terhadap diri sendiri secara keseluruhan yang mencakup pendapatnya terhadap diri sendiri , pendapat tentang gambaran diri dimata orang lain, dan pendapatnya tentang hal-hal yang dicapai.
Menurut Rahmat, konsep diri bukanlah gambaran diskriptif, melainkan juga penilaian individu mengenai dirinya sendiri.[1] Menurut Rogers (dalam Hall & Lindzey), konsep diri merupakan representasi diri yang mencakup identitas diri yakni  karakteristik personal, pengalaman peran dan status sosial. Greenwald et al (dalam Campbell et al..,1996), mengartikan konsep diri sebagai suatu organisasi dinamis didefinisikan sebagai skema kognitif tentang diri sendiri yang mencakup sifat-sifat, nilai-nilai, peristiwa-peristiwa, dan memori semantik tentang diri sendiri serta kontrol terhadap pengolahan informasi diri yang relevan.
Menurut Black dan Bornholt (2000), konsep diri sebagai verivikasi diri, konsistensi diri, dan kompleksitas yang terbuka  untuk interprestasi sehingga secara umum berkaitan dengan pembelajaran dan menjadi mediasi variabel  motivasi dan pilihan tugas-tugas pembelajaran.[2]
B.  Aspek yang ada didalam konsep diri
Calhoun dan Acocella (1995) mengatakan konsep diri itu terbagi dari tiga dimensi atau aspek yaitu:
a.       Pengetahuan
Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya. Individu didalam benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya, kelengkapan  fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama, dan lain-lain.  
b.      Harapan.
           Pada saat-saat tertentu seseorang mempunyai suatu aspek pandangan tentang dirinya. Individu juga mempunyai satu aspek pandangan tentang kemungkinan dirinya mau jadi apa dimasa depan. Individu mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal. Masing masing individu mempunyai pandangan yang berbeda tentang diri yang ideal.
c.       Penilaian.
           Didalam penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri. Apakah bertentangan dengan 1, ”siapakah saya”, pengharapan bagi individu; 2, “seharusnya saya menjadi apa”, standar bagi individu. Hasil penilaian tersebut disebut harga diri. Semakin tidak sesuai antara harapan dan standar diri, maka akan semakin rendah harga diri seseorang.[3]

C.  Faktor yang mempengaruhi konsep diri
Menurut baldwin dan holmes (1990) konsep diri adalah hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain. Yang dimaksud dengan “orang lain” menurut Calhoun dan Acocela (1990) yaitu :
a.       Orang tua.
Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal yang dialami oleh seseorang dan yang paling kuat. Informasi yang diberikan oleh orang lain dan berlangsung hingga dewasa (Copersmith dalam calhoun dan Acocella 1990), mengatakan bahwa anak-anak yang tidak memiliki orang tua, disia-siakan oleh orang tua akan memperoleh kesukaran dalam mendapatkan informasi tentang dirinya sehingga hal ini akan menjadi salah satu penyebab utama anak berkonsep diri negatif.
b.      Kawan sebaya.
Kawan sebaya menempati posisi yang kedua setelah orang tua dalam mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur dalam kelompok sebaya sangat berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai jati dirinya sendiri.
c.       Masyarakat.
Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang ada pada seorang anak, seperti siapa bapaknya, ras dan lain-lain sehingga hal ini berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki seorang individu.

D.  Pengaruh konsep diri terhadap perilaku individu
Menurut Pujijogjanti konsep diri mempunyai peran penting dalam menentukan prilaku seseorang yaitu:
Ø  Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin. Karena pada dasarnya seseorang mempunyai kecenderungan untuk selalu mempertahankan keseimbangan batinnya.
Ø  Keseluruhan sikap dan pandangan individu terhadap diri berpengaruh besar terhadap pengalamannya. Karena setiap individu akan memberikan penafsiran yang berdeda terhadap sesuatu yang dihadapi.
Ø  Konsep diri adalah penentu pengharapan individu, konsep diri merupakan seperangkat harapan dan penilaian perilaku yang menunjuk pada harapan tersebut.  Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri menyebabkan individu menetapkan titik harapan yang rendah. Titik tolak yang rendah menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi tinggi.
Dari ketiga konsep diri tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep diri selain berperan sebagai pengharapan juga berperan sebagai sikap terhadap diri sendiri dan penyeimbang batin bagi individu.
E.  Faktor yang berpengaruh terhadap Perkembangan atau terbentuknya konsep diri
Menurut M Argyle ada empat faktor yang sangat berkaitan yang berpengaruh terhadap perkembangan konsep diri[4], yaitu :

a.       Reaksi dari orang lain
Konsep diri terbentuk dalam waktu yang lama, dan pembentukan ini tidak dapat diartikan bahwa adanya reaksi yang tidak biasa dari seseorang akan dapat mengubah konsep diri. Akan tetapi bila tipe reaksi seperti ini sangat sering terjadi, atau apabila reaksi ini muncul karena orang lain yang  memiliki arti (significant others) yaitu orang orang yang kita nilai, seperti orang tua, teman, dan lain lain maka reaksi ini mungkin berpengaruh terhadap konsep diri.
b.      Pembandingan dengan orang lain
Konsep diri kita sangat tergantung kepada cara bagaimana kita membandingkan diri kita dengan orang lain. Orang-orang dewasa umumnya membuat perbandingan antara kakak dan adik, rata rata seorang anak akan menganggap dirinya sebagai seorang yang kurang pandai karena secara terus menerus membandingkan dirinya dengan salah satu saudaranya yang lebih pandai.
c.       Peranan seseorang
Setiap orang pasti menyandang lebih dari satu peran dalam hidupnya, didalam perannya tersebut diharapkan dapat melakukan perbuatan dengan cara-cara tertentu yang sesuai pada setiap perannya.
d.      Identifikasi terhadap orang lain
Biasanya seseorang, anak anak pada khususnya akan mengagumi seorang dewasa, mereka seringkali mencoba menjadi pengikut orang dewasa tersebut, dengan cara meniru beberapa nilai, keyakinan dan perbuatan.
F.     Jenis konsep diri
Menurut Calhoun dan Acocella (1990), dalam perkembangan konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu :
1.      Konsep diri positif
Konsep diri positif, penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang mempunyai kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan. Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya menerima segala kelebihan dan kekurangan, evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif serta mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas.
2.      Konsep diri negatif
Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua tipe yaitu :
a.       Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahan atau yang dihargai dalam dirinya.
b.      Pandangan tentang dirinya sendiri elalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.
Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri yang negatif terdiri-dari dua tipe, tipe pertama yaitu individu yang tidak tahu siapa dirinya dan tidak mengetahui kekurangan dan kelebihannya sedangkan tipe kedua adalah individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil.
II.          Regulasi Diri
A.  Pengertian regulasi diri
Self regulation atau regulasi diri secara bahasa mempunyai arti pengelolaan diri, adapun pengertian regulassi diri menurut beberapa ahli dapat kita lihat dibawah ini :
Albert bandura menyatakan bahwa  individu tidak dapat secara aktif  beradaptasi terhadap lingkungannya selama mampu membuat kemampuan kontrol pada proses psikologi dan prilakunya. Menurut Zimmerman (1989)  regulasi diri berkaitan dengan pembangkitan diri baik pikiran, perasaan, serta tindakan yang direncanakan dan adanya timbal balik yang disesuaikan pada pencapaian  tujuan personal.
Menurut schunk dan Ertmer (1999) regulasi diri merupakan proses berputar. Gambaran proses yang berputar ini dilukiskan oleh zimmrman dengnan tiga tahap model pengolahan yaitu: Forethougt phase (pemikiran sebelumnya), performance (valitional) control phase dan self-reflection phase.
Menurut purdie dkk. (1996) teori regulasi diri memfokuskan perhatian pada mengapa dan bagaimana individu berinisiatif dan mengontrol terhadap segala prilaku mereka sendiri. Suryani (2004) berpendapat  regulasi  diri bukan merupakan kemampuan mental seperti intelegensi atau ketrampilan akademik seperti kemampuan membaca, melainkan proses pengarahan atau pengintruksian diri indivdu untuk mengubah kemampuan mental yang dimilikinya menjadi ketrampilan dalam suatu bentuk aktivitas.[5]
B.  Aspek yang ada didalam regulasi diri
Menurut Zimmerman (1989) regulasi diri meliputi tiga aspek yaitu : metakognitif, motivasi dan prilaku.
a)      Metakognitif.
Menurut Matlin (1989), metakognisi adalah pemahaman dan kesadaran  tentang proses kognitiif atau pikiran tentang berpikir. Ia mengatakan bahwa metakognisi merupakan proses penting, karena pengetahuan seseorang tentang kognisinya dapat membimbing dirinya mengatur atau menata peristiwa yang akan dihadapi dan memilih strategi yang sesuai agar dapat meningkatkan kinerja kognisinya kedepan. Menuru Flavell (1976) metakognisi mengacu pada pengetahuan seseorang terhadap kognisi yang dimilikinya dan pengaturan dalam kognisi terebut. Shank menambahkan bahwa pengetahuan terhadap kognisi meliputi : perencanaan, pemonitoran (pemantauan), dan perbaikan dari performasi  atau perilakunya. Zimmerman dan pons (1988) juga mengatakan bahwa point metakognitif bagi individu yang melakukan regulasi diri adalah individu yang merencanakan, mengorganisasi, mengukur diri , dan menginstruksikan diri sebagai kebutuhan selama proses perilakunya misalnya dalam hal belajar. 
b)     Motivasi
Menurut Devi dan Ryan, motivasi adalah fungsi dari kebutuhan dasar untuk mengontrol dan berkaitan dengan kemampuam yang ada pada setiap diri  individu. Zimmerman dan Pons menambahkan bahwa keuntungan motivasi adalah individu memiliki motivasi instrinsik, otonomi, dan kepecayaan diri tinggi terhadap kemampuan melakukan sesuatu.
c)      Perilaku
Menurut Zimmerman dan Schank merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi dan memanfaatkan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitasnya. Menurut Zimmerman dan pons(1988) pada perilaku individu  memilih, menyusun, dan menciptakan lingkungan sosial dan fisik seimbang untuk mengoptimalkan pencapaian atas aktivitas yang dilakukan.[6]
Ketiga aspek tersebut apabila digunakan secara tepa sesuai kebutuhan dan kondisi akan menunjang regulasi diri yang optimal.
C.  Faktor-faktor  yang mempengaruhi regulasi diri
Menurut zimmerman dan pons (1990) ada tiga faktor yang mempengaruhi pengelolaan diri, yaitu :
1.      Individu (diri)
Faktor individu ini meliputi hal-hal dibawah ini :
a)      Pengetahuan individu, semakin banyak dan beragam pengetahuan yang dimiliki individu akan semakin membantu individu dalam melakukan pengelolaan.
b)      Tingkat kemampuan metakognisi yang dimiliki individu yang semakin tinggi akan membantu pelaksanaan pengelolaan diri dalam diri individu.
c)      Tujuan yang ingin dicapai, semakin banyak dan kompleks tujan yang ingin diraih, semakin besar kemungkinan individu melakukan pengelolaan diri.
2.      Perilaku
Perilaku mengacu kepada upaya individu menggunakan kemampuan yang dimiliki. Semakin besar dan optimal upaya yang dikerahkan individu dalam mengatur dan mengorganisasi suatu aktifitas akan meningkatkan pengelolaan atau regulation pada diri individu. Bandura (1986) menyatakan dalam perilaku ini ada tiga tahap yang berkaitan dengan pengelolaan diri atau self regulation diantaranya :
a)      Self observation
Self observation berkaitan dengan respons individu, yaitu tahap individu melihat kedalam dirinya dan perilaku (performansinya). Perilaku manusia umumnya bervariasi, tergantung dari pengamatan yang dilakukan oleh individu itu sendiri, setiap individu memiliki sudut pandang yang berbeda-beda dari individu yang lainnya.
b)      Self judgement
Self judgement merupakan tahap individu penilaian atau membandingkan performansi dan standar yang telah dilakukannya dengan standar atau tujuan yang sudah dibuat dan ditetapkan individu. Melalui upaya membandingkan performansi dengan standar atau tujuan yang telah dibuat dan ditetapkan, individu dapat melakukan evaluasi atas performansi yang telah dilakukan dengan mengetahui letak kelemahan atau kekurangan performansinya. Apabila seseorang menaruh nilai yang tinggi dalam pencapaian tujuannya, maka individu terssebut akan melakukan banyak usaha tertentu untuk mencapai tujuan atau kesuksesanya.
c)      Self reaction
Self reaction merupakan tahap yang mencangkup proses individu dalam menyesuaikan diri dan rencana untuk mencapai tujan atau standar yang telah dibuat dan ditetapkan.
3.      Lingkungan
Teori sosial kognitif mencurahkan perhatian khusus pada pengaruh sosial dan pengalaman pada fungsi manusia. Hal ini bergantung pada bagaimana lingkungan itu mendukung atau tidak mendukung.
Berdasarkan faktor faktor yang telah dijelaskan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi pengelolaan diri atau self regulation adalah personal, perilaku dan lingkungan. Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya.[7]
D.  Perkembangan  regulasi diri
Perkembangan regulasi diri dilakukan dengan pembelajaran regulasi diri yang merupakan suatu konsep yang memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan dan perilaku untuk mencapai suatu tujauan yang diinginkan. Tujuan tersebut dapat berupa tujuan akademisi misal untuk meningkatkan kemampuan pemahaman membaca, menulis berhitung dan lain sebagainya atau tujuan sosioemosional seperti mengontrol marah, berhubungan dengan orang lain dll. Seseorang akan belajar regulasi diri sejak kecil dengan belajar pada proses sosialisasi yang ia alami, melalui proses sosialisasi itu seseorang akan belajar adanya standar perilaku, sikap, ketrampilan dan motif-motif yang sebisa mungkin tepat dan dapat berperan dalam masyarakat. Menurut ormrod ada beberapa karakteristik seseorang yang memiliki kemampuan regulasi diri yang baik, yaitu :
a.       Menetapkan standar tujuan yang ditetapkan, menunjukkan adanya stanar dan tujuan tertentu yang dianggap bernilai dan yang menjadi arah dan sasaran perilaku.
b.      Pengatran emosi, proses yang selalu memeriksa atau secara sengaja mengubah perasaan yang mungkin mengarah pada perilaku yang kontraproduktif.
c.       Melakukan instruksi diri, instruksi yang seseorang berikan kepada dirinya sendiri sambil melakukan suatu perilaku yang kompleks.
d.      Melakukan self monitoring, menunjukkan kemampuan individu dalam mengamati dan mencatat perilaku sendiri.
e.       Melakukan evaluasi diri, menunjukkan penilaian terhadap performa atau erilaku sendiri.
f.       Membuat kontingensi yang ditetapkan sendiri, menunjukkan adanya penguatan dan hukuman yang ditetapkan sendiri yang menyertai perilaku[8].
 III.            Efikasi Diri
A.  Pengertian Efikasi Diri
Menurut Bandura, efikasi diri adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Menurut Baron & Byrne (1991) , efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk  melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Bandura & Wood , menjelaskan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan akan kemampuan seseorang untuk mengerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntunan situasi.  Menurut Judge dkk. Efikasi diri adalah indikator positif dari core self-evaluation untuk melakukan evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri (judge & bono)[9].

B.  Perkembangan dan Faktor yang membentuk efikasi diri
Efikasi diri merupakan unsur kepribadian yang berkemba\ng melalui pengamatan pengamatan individu terhadap akibat-akibat tindakannya dalam situasi tertentu. Persepsi atau pandangan awal seseorang mengenai dirinya dibentuk selama hidupnya melalui reward dan punishment dari orang orang disekitarnya. Unsur penguat (reward dan punishment) lama lama dihayati sehingga terebentuk pengertian dan keyakinan mengenai kemampuan diri. Bandura (1997)mengatakan bahwa persepsi terhadap efikasi diri pada setiap individu berkembang dari pencapaian secara berangsr-angsur akan kemampuan dan pengalaman tertentu secara terus-menerus.
Menurut bandura (2002; 79-113) terdapat empat sumber penting yang digunakan individu dalam membentuk efikasi diri yaitu :
1.      Mastery exprience
Pengalaman menyesuaikan masalah adalah sumber yang paling penting mempengaruhi efikasi diri seseorang, karena mastery exprience memberikan bukti yang paling akurat dari tindakan apa saja yang diambil untuk meraih suatu keberhasilan atau kesuksesan, dan keberhasilan tersebut dibangun dari kepercayaan yang kuat didalam keyakinan individu.[10]
Sumber yang berpengaruh dari efikasi diri adalah pengalaman menguasai sesuatu yaitu performa masa lalu. Secara umum , performa yang berhasil akan meningkatkan ekspektasi mengenai kemampuan, kegagalan akan menurunkan hal tersebut. Pernyataan tersebut mimilki empat dampak yaitu :
a)      performa yang berhasil akan meningkatkan efikasi diri secara profesional dengan kesulitan dari tugas tersebut.
b)      Tugas yang diselesaikan dengan baik oleh diri sendiri akan lebih efektif daripada yang diselesaikan dengan bantuan orang lain.
c)      Kegagalan sangat mungkin untuk menurunkan efikasi diri saat mereka tahu bahwa mereka telah memberikan usaha terbaik mereka.
d)     Kegagalan dalam kondisi rangsangan atau tertekan emosi yang tinggi tidak terlalu merugikan diri dibanding kegagalan dalam kondisi maksimal.
e)      Kegagalan sebelum mengukuhkan rasa menguasai sesuatu akan lebih berpengaruh buruk pada rasa efikasi diri daripada kegagalan setelahnya.
f)       Kegagalan yang terjadi kadang-kadang mempunyai dampak yang sedikit terhadap efikasi diri, terutama pada mereka yang mempunyai ekspektasi tinggi terhadap kesuksesan.[11]
2.      Vicarious exprerience
Pengalaman orang lain adalah pengalaman pengganti yang digunakan untuk model sosial. Mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Melalui model ini efikasi diri individu dapat meningkat, terutama apabila individu merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik daripada orang yang menjadi subjek belajarnya. Individu akan mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama. Meningkatkan efikasi diri individu ini dapat meningkatkan motifasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Melihat orang lain yang mirip dengan dirinya berhasil atau sukses melalui usaha keras dapat meningkatkan kepercayaan bahwa dirinya juga mempunyai kemampuan untuk berhasil, dan sebaliknya dengan mengamati kegagalan orang lain akan menurunkan keyakinan dan usaha dari individu tersebut.
3.      Persuasi verbal
Ini merupakan cara ketiga untuk meningkatkan kepercayaan seseorang mengenai hal hal yang dimilikinya untuk berusaha lebih gigih dalam mencapai tujuan dan keberhasilan atau kesuksesan. Persuasi verbal mempunyai pengaruh yang kuat pada peningkatan efikasi diri individu dan menunjukan perilaku yag digunakan secara efektif. Seseorang mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa dirinya mampu mengatasi masalah masalah yang akan dihadapinya.  Seseorang yang dikenai persuasi verbal bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan, maka orang tersebut akan menggerakan usaha yang lebih besar dan akan meneruskan penyelesaian tugas tersebut.
4.      Keadaan fisiologis dan emosional
Situasi yang menekan kondisi emosional dapat mempengaruhi efikasi diri. Gejolak emosi , goncangan, kegelisahan yang mendalam dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang menekan dan mengancam akan cenderung dihindari.[12] Individu mengartikan reaksi cemas, takut, stress dan ketegangan sebagai sifat yang menunjukan bahwa performansi dirinya menurun. Penilaian seseorang terhadap terhadap efikasi diri dipengaruhi oleh suasana hati. Suasana hati yang positif akan meningkatkan efikasi diri sedangkan suasana hati yang buruk akan melemahkan efikasi diri.
C.  Dimensi efikasi diri
Gibson (2003) menyebutkan bahwa efikasi diri mempunyai tiga dimensi yaitu: besaran, kekuatan dan generalitas besaran merujuk pada minat terhadap dsesuatu yang diyakini individu bisa diatasi. Kekuatan meliputi kenyakinan individu dalam melaksanakan kerja pada tingkat kesulitan khusus. Generalitas merujuk pada sejauh mana harapan berlaku umum dalam semua situasi.
Jadi efikasi diri dapat mempengaruhi minat seseorang terhadap segala sesuatu yang ia pilih, hal ini disebabkan efikasi diri merefleksikan keyakinan individu atas kemampuan mampu mengatasi kesulitan apapun demi keberhasilan usaha yang dipilihnya.
Menurut Bandura (2002) efikasi diri terdiri dari beberapa dimensi yaitu :
a)      Level (tingkat kesulitan), kemampuan individu dalam mengatasi tingkat kesulitan yang berbeda. Individu yang tingkat efikasi dirinya tinggi akan mempunyai keyakinan yang tinggi akan kemampuannya dalam mengerjakan tugas  yaitu keyakinan bahwa apa yang ia geluti akan sukses. Sebaliknya individu yang mempunyai efikasi rendah ia akan mempunyai keyakinan yang rendah pula tentang usaha yang dilakukannya.efikasi diri dapat ditunjukkan dengan tingkat beban individu, terhadap tantangan dengan tingkat yang berbeda dalam rangka menuju keberhasilan. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu melakukannya dan menghindari tingkah laku yang dirasa diluar kemampuannya. Kemampuan dapat dilihat dalam bentuk kecerdasan, usaha, ketepatan, produktivitas dan cara menyelesaikan tantangan.
b)      Generality (keluasaan), berkaitan dengan cakupan luas tingkah laku dimana individu merasa yakin dengan kemampuannya. Individu mampu menilai keyakinan dirinya dalam menyelesaikan tugas. Mampu tidaknya individu mengerjakan bidang-bidang  dan konteks tertentu terungkap gambaran umum tentang efikasi diri yang berkaitan. Generalisasi  bervasiasi dalam beberapa bentuk dimensi yang berbeda, termasuk kesamaan aktivitas dan modalitas dimana kemampuan diekspresikan dalam bentuk tingkah laku, kognitif, dan afeksi.  
c)      Strength (ketahanan), berkaitan dengan keyakinan kekuatan pada individu atas kemampuannya.  Individu mempunyai keyakinan yang kuat dan ketekunan dalam usaha terhadap apa yang ingin dicapai meski terdapat kesulitan dan rintangan. Dengan adanya efikasi diri kekuatan usaha yang  lebih besar  akan mampu didapat. Semakin kuat efikasi diri dan semakin kuat ketekunan  semakin tinggi pula kemungkinan kegiatan yang dipilih akan berhasil.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi efikasi diri terdiri dari level yaitu sikap optimis dan motivasi untuk berprestasi, general yaitu kemampuan mengembangkan diri dan strength  yaitu kekuatan menghadapi tugas.[13]
D.  Dampak efikasi diri
Efikasi diri selalu berhubungan dan berdampak pada pemilihan prilaku, motivasi dan keteguhan individu dalam menghadapi setiap persoalan yang dihadapi. Menurut luthan efikasi diri mempengaruhi tiga hal diantaranya:
a)      Pemilihan prilaku, yaitu keputusan akan dibuat atas dasar  berapa ampuhnya seseorang merasa terhadap pilihan. Misalnya penugasan kerja atau bahkan bidang karir.
b)      Usaha motivasi, yaitu orang yang akan mencoba untuk lebih keras dan lebih  banyak memberikan usaha pada tugas dimana individu mempunyai efikasi yang lebih tinggi daripada individu dengan penilaian kemampuan rendah.
c)      Keteguhan, yaitu orang dengan efikasi diri tinggi akan bertahan ketika menghadapi masalah  atau bahkan gagal, sedangkan orang dengan efikasi diri rendah cenderung menyerah ketika hambatan meuncul.
Semakin tinggi efikasi diri seseorang, maka semakin tinggi keyakinan untuk mampu menyelesaikan setiap tugas yang dihadapi. Jadi efikasi diri yang telah terbentuk akan mempengaruhi dan memberi fungsi pada setiap aktivitas individu. Pengaruh dan fungsi tersebut menurut bandura (2002) antara lain:
a)      Fungsi kognitif efikasi diri yang kuat akan mempengaruhi tujuan pribadi seseorang. Semakin kuat efikasi diri , semakin tinggi tujuan yang ditetapkan oleh seseorang bagi dirinya sendiri dan memperkuat kuat komitmen terhadap tujuan tersebut.
b)      Fungsi motivasi efikasi diri berperan penting dalam pengaturan motivasi diri. Sebagian besar orang dibangkitkan secara kognitif. Seseorang memotivasi dirinya sendiri dan menunutun tindakan-tindakannya untuk menggunakan pikiran-pikiran tentang masa depan sehingga seseorang membentuk kepercayaan mengenai apa yang dapat dilakukan.
c)      Fungsi afeksi efikasi diri akan mempunyai kemampuan coping, dalam mengatasi besarnya stres dan depresi yang dialami individu pada situasi sulit dan tertekan.
d)     Fungsi selektif efikasi diri akan mempengaruhi pemilihan aktivitas atau tujuan yang akan diambil oleh seseorang. Seseorang menghidari aktivitas dan situasi yang dipercayai  telah melampaui batas kemampuan coping dirinya, namun seseorang tersebut telah siap melakukan aktivitas-aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang dinilai mampu untuk diatasi.[14]
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efikasi diri berpengaruh terhadap kognitif, motivasi, afeksi dan fungsi pada setiap aktivitas seseorang yang diproyeksikan kedalam prilaku, mendorong sikap optimis, pengembangan diri, motivasi berprestasi dan kekuatan menghadapi tugas.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 










BAB III
KESIMPULAN
Konsep diri adalah pandangan atau gambaran seseorang terhadap dirinya sendiri, gambaran itu muncul karena dibentuk dan dipengaruhi oleh berbagai pengalaman yang dijumpai dalam hubungannya dengan individu lain, terutama orang orang yang dekat dengannya maupun pengalaman yang ia temukan dalam peristiwa-peristiwa kehidupan, sejarah hidup dimasa lalu membuat seseorang bisa memandang diri lebih baik maupun lebih buruk dari keadaan yang sebenarnya.
Regulasi diri adalah suatu sistem motivasi dinamis dari individu untuk mengelola dan memodifikasi pikiran, perasaan, keinginan, dan tindakan dalam menetapkan, mengembangkan, menilai, merevisi dan menerapkan strategi pencapaian tujuan hidup tertentu sampai pada tujuan hidup yang lebih tingi, termasuk pengelolaan respon emosional terhadap rangsangan. Regulasi diri merupakan proses kepribadian yang penting dimana orang berusaha untuk melakukan kontrol atas pikiran, perasaan, impuls/keinginan, dan kinerjanya. Regulasi diri merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan seseorang atau kelompok orang untuk meraih sukses mewujudkan cita-cita.
Efikasi diri adalah keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk melaksanakan suatu tugas atau menyelesaikan masalah. Pikiran individu terhadap efikasi dirinya menentukan seberapa besar usaha yang dicurahkan dan seberapa lama individu individu akan tetap bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan yang ia alami. Adapun faktor faktor yang mempengaruhi terbentuknya efikasi diri adalah mastery experience, vicarious Experience, persuasi verbal dan keadaan fisiologis dan Emosional.






DAFTAR PUSTAKA
Sobur, Alex. 2003. Psikologi umum dalam lintasan sejarah. Bandung : CV Pustaka Setia
Hardy, Malcolm & Steve Heyes. Beginning Psycology Second Edition,diterjemahkan oleh Soenardji.1985. Beginning Psychology Second Edition. Jakarta : Erlangga.
Feist, Jess dan Gregory J. Feist. 2010.  Teories  Of  Personality, diterjemahkan oleh Smita Prathita Sjahputri. Jakarta: Salemba Humanika.
Ghufron, M Nur. 2010. Teori-teori Psikologi. Yogjakarta : Ar-Ruzz Media.
lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07410085-rizkia-nur-a.ps
httplibrary.binus.ac.ideCollseThesisBab22011-2-00013-PL%202.pdf



[1] M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S., teori-teori psikologi,(yogyakarta, Ar-Ruzz Media, 2010), hal:13-14.
[2] Syamsul Bachri Thslib, psilologi pendidikan berbasis analisis empiris aplikatif, (jakarta, kencana, 2010), hal:121.
[3]M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S., teori-teori psikologi,(yogyakarta, Ar-Ruzz Media, 2010), hal:17-18
[4] Malcom hardy and steve heyes. Beginning phychology second edition. (jakarta : PT. Gelora aksara pratama). Hal. 138-140.
[5] Ibid, hal 57-59
[6] Ibid, hal: 59-61
[7] Ibid, hal: 61-63.
[8] Ormrod dalam httplibrary.binus.ac.ideCollseThesisBab22011-2-00013-PL%202.pdf. hal. 20
[9] Malcom hardy and steve heyes. Beginning phychology second edition. (jakarta : PT. Gelora aksara pratama). hal: 73-75.
[10] Albert Bandura dalam. lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07410085-rizkia-nur-a.ps. hal. 12
[11] Jess  Feist dan Gregory J. Feist , Theories of personality, (jakarta: salemba humanika,2010), terjemahan smita prathita sjahputri, hal: 214.
[12] Ibid, hal: 215
[13] Albert Bandura dalam. lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07410085-rizkia-nur-a.ps. hal. 11
[14]Ibid. hal. 42